IDENTITAS NASIONAL
A. Pengertian
Identitas Nasional
Identitas nasional berasal dari kata Identity yg artinya ciri-ciri,
tanda atau jati diri. Sedangkan menurut Term antropologi, identitas adalah
sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan
sendiri, kelompok sendiri, atau negara sendiri.
Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-
kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik
seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik, seperti keinginan,cita-cita
dan tujuan. Jadi adapun pengertian identitas sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda,
jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang bisa membedakannya.
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan
suatu bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu
bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya.
Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas
Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan
berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam
berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu
kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka
Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
B.
Hakikat
Identitas Nasional
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat
identitas nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa
dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai
penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita,
sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa,
mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam
tataran nasional maupun internasional.
Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin
sebagai Identitas Nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan
normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka-cenderung terus menerus
bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas
nasional juga sesuatu yang terbuka, dinamis, dan dialektis untuk ditafsir
dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi
aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Hakikat identitas nasional indonesia adalah pancasila yg
diaktualisasikan dalam bergagai kehidupan dan berbangsa. AKTUALISASI ini untuk
menegakkan pancasila dan uud 45 sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan uud 45
terutama alinea ke 4
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat
kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan
Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana
dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam pembukaan, khususnya dalam Pasal
32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu :
“Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia “
yang diberi penjelasan :
” Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai
buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli
terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab,
budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan
asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu
naskah
disebutkan dalam Pasal 32
1. Negara
memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai
budaya.
2. Negara menghormati
dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan
kebudayan untuk membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi
dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang
dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi sebagaimana
dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952.
C.
Unsur – Unsur
Pembentuk Identitas Nasional
Pada
hakikatnya, Identitas Nasional memiliki empat unsur:
1.
Sejarah
Sebelum menjadi Negara yang modern
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yanggemilang pada masa kerajaan Majapahit dan sriwijaya. Pada dua
kerajaan tersebut telahmembekas pada semangat perjuangan bangsa
Indonesia pada abat-abat berikutnya.
2.
Suku Bangsa
Golongan sosial
yang khusus yang bersifat askriftif (ada sejak lahir), yang sama coraknya
dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali
suku bangsa, kuran lebih 360 suku.
3.
Agama
Bangsa
indonessia dikenal sebagai bangsa yang agamis. Agama – agama yang berkembang di
Indonesia antara lain agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu
Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi
Negara Indonesia namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah
agama resmi telah dihapuskan.
4.
Kebudayaan
Merupakan
pengetahuan manusia sebagai makhlu sosial yang berisikan perangkat – perangkat
atau model – model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung –
pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan
digunakan sebagai pedoman untuk bertindak dalam bentuk kelakuan dan benda –
benda kebudayaan.
5.
Bahasa
Merupakan usur
komunikasi yang dibentuk atas unsur – unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan
sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
6. Kasta dan Kelas
Kasta adalah pembagian social atas dasar agama. Dalam agama hindu para penganutnya dikelompokkan kedalam beberapa kasta. Kasta
yang tertinggi adalah kasta Brahmana (kelompok rohaniaan) dan kasta yang terendah adalah kasta
Sudra (orang biasa atau masyarakat biasa). Kasta yang rendah tidak bisa kawin dengan
kasta yang lebih tingi dan begitu juga sebaliknya.
Menurut Syarbani dan Wahid dalam bukunya yang berjudul
Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan, keempat
unsur Identitas Nasional tersebut diatas dapat dirumuskan kembali menjadi 3
bagian:
a. Identitas
Fundamental: berupa Pancasila yang menrupakan Falsafah Bangsa, Dasar
Negara, dan Ideologi Negara.
b. Indetitas
Instrumental: berupa UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, Bendera Negara, dan Lagu Kebangsaan.
c. Indetitas
Alamiah: meliputi
Kepulauan (archipelago) dan Pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan
kepercaraan (agama).
D.
Perwujudan Identitas Nasional
Sejarah
Jati Diri Bangsa Indonesia
a. Masa Kejayaan Nusantara (sebelum masa pergerakan
nasional) 1293-1478
Ø Sriwijaya
o Berhasil menguasai wilayah Indonesia
o Masa dimulainya pelatakan dasar-dasar kebudayaan dan
peradaban manusia
Ø Majapahit
o Patih Gajah Mada
“Tan Mukti Palapa lamung
durung Purna Hmusthi Nuswantara”
→Tidak akan makan buah
palapa sebelum dapat mempersatukan Nusantara
→ Tidak akan menikah
sebelum berhasil “Indonesia Merdeka”
b. Perlawanan Patiunus dalam Perjuangan menentang penjajahan
1512-1513
c. Perang Aceh dalam perjuangan menentang perjuangan
1873-1907
d. Budi Oetomo Berbasis Sub Kultur Jawa 1908,pergerakan dan
kebangkitan Nasional yang menumbuhkan jiwa kebangsaan (Nasional dan
Patriotisme)
e. Sumpah Pemuda 1928, yang isinya :
·
Bertanah air satu, Tanah Air Indonesia
·
Berbangsa satu, Bangsa Indonesia
·
Berbahasa satu, Bahasa Indonesia
Sumpah Pemuda ini
menumbuhkan jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rakyat
Indonesia tetap berkeyakinan bahwa semangat Sumpah Pemuda tersebut tetap
significan dan relevan hingga waktu sekarang dan yang akan datang.
f. Pada masa Proklamasi 17-8-1945, yang merupakan :
·
Titik kulminasi perjuangan Bangsa Indonesia
·
Untuk membebaskan diri
dari cengkraman penjajah
·
Menjadi momen kemerdekaan
·
The Declaration of Indonesian
·
Independence ke seluruh dunia
Hal ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah mempunyai jiwa dan semangat kejuangan,
cinta tanah air, patriotisme, nasionalisme,persatun dan kesatuan, pantang
mundur, pantang menyerah, merdeka atau mati, gotong royong, rela berkorban,
sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia.
g. Manusia Indonesia yang di pengaruhi lingkungan fisik dan
demografis,serta system nilai yang diwarisi dari zaman ke zaman.
h. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha,di lanjutkan dengan
kebudayaan Islam dan Barat,saling berinteraksi dengan nilia-nilai lokal.
Pergulatan nilai itu membentuk karakter manusia Indonesia yang bergerak
dinamik.
E.
Penyimpangan Identitas Nasional
v
Geografis :
a. Kurangnya kekuatan maritime yang memadai
b. Pertahanan laut dan udara masih belum di kembangkan
dengan optimal. Akibatnya wilayah yang jauh di pinggir perbatasan merasa di
perhatikan dan dijaga dari kemungkinan datangnya ancaman luar
c. Kebanyakan daerah perbatasan mengalami kelambanan dalam
pembangunan infrakstruktural transportasi dan komunikasi sehingga mereka kurang
berinteraksi dengan wilayah lin di tanah air,bahkan mereka lebih dekat dengan
negara tetangga.
d. Kondisi geografis yang senjang juga terlihat mencolok
antara wilayah pedesaan dengan wilayah perkotaan. Warga pedesaan merasa
tertinggal dan tidak di perhatikan di bandingkan dengan warga di perkotaan.
Muncul berbagai masalah social akibat ketimpangan pembangunan anatar daerah,
dan proses urbanisasi yang tak berencana.
v
Demografis :
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur,
dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu
akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat
merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan
kriteria sepertipendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.
v
Social dan Budaya :
a. Perasaan senasib-sepenanggungan semakin mencair
b. Kristalisasi nilai kebangsaan mengalami keretakan di
sana-sini
c. Banyaknya pejabat yang menuntut hak-hak istimewa bagi
kepentingan pribadinya, meskipun hak-hak dasar rakyat pada umumnya belum
terpenuhi. Sikap itu pada gilirannya membuahkan tragedi pemerintahan yang
lamban di tengah desakan kepentingan umum akibat bencana yang terjadi
dimana-mana dan kondisi social ekonomi yang diterpa krisis dari waktu ke waktu
d. Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman
Gejala
tersebut dapat di lihat dari menguatnya orientasi dalam kelompok, etnik, dan
agama yang berpotensi menimbulkan konflik social dan bahkan disintegrasi
bangsa. Masalah ini juga semakin serius akibat dari makin terbatasnya ruang
public yang dapat diakses dan dikelola bersama masyarakat yang multikultur
untuk penyaluran aspirasi. Dewasa ini muncul kecenderungan pengalihan ruang
publik ke ruang privat karena desakan ekonomi.
e. Kurangnya kemampuan bangsa dalam mengelola kekayaan
budaya yang kasat mata (tangible) dan yang yang tidak kasat mata (intangible).
Dalam era otonomi daerah, pengelolaan kekayaan budaya menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah. Kualitas pengelolaan yang rendah tidak hanya disebabkan oleh
kapasitas fiskal, namun juga pemahaman, apresiasi, kesadaran, dan komitmen
pemerintah daerah terhadap kekayaan budaya. Pengelolaan kekayaan budaya ini
juga masih belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik
(good governance). Sementara itu, apresiasi dan kecintaan masyarakat terhadap
budaya dan produk dalam negeri masih rendah, antara lain karena keterbatasan
informasi.
f. Terjadinya krisis jati diri (identitas) nasional. Nilai –
nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan keramahtamahan sosial yang pernah
di anggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa indonesia, makin
pudar bersamaan dengan menguatnya nilai – nilai materialisme. Demikian pula
kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa indonesia secara
baik dan benar, semakin terkikis oleh nilai – nilai yang dianggap lebih
superior. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global
yang negatif, serta tidak mampunya bangsa indonesia mengadopsi budaya global
yang lebih relevan bagi upaya pembangunan bangsa dan karakter bangsa (nation
and character building).
F.
Keterkaitan
Globalisasi terhadap Identitas Nasional
Era Globalisasi merupakan era yang penuh dengan kemajuan
dan persaingan, sedangkan Identitas Nasional sebuah bangsa merupakan hal yang
sangat diperlukan untuk memperkenalkan sebuah bangsa atau Negara dimata dunia. Dengan
adanya Globalisasi, identitas sebuah bangsa dan Negara dapat mudah dikenalkan
dimata internasional atau juga identitas tersebut mudah tenggelam karena
terpengaruh oleh bangsa dan Negara lain. Perlu kita sadari, bangsa Indonesia
yang kita cintai ini sedang mengalami krisis identitas nasional yang sangat
membahayakan bagi nilai – nilai dasar Identitas bangsa Indonesia itu sendiri.
Letak Negara Indonesia yang sangat setrategis merupakan
hal yang sangat mempengaruhi terjaga atau tidak kelangsungan Identitas bangsa
Indonesia. Globalisasi yang terus berkembang pesat membuat nilai– nilai budaya
bangsa Indonesia mulai terkikis oleh budaya – budaya barat yang kurang sesuai
dengan budaya asli bangsa Indonesia seperti halnya budaya berpakaian. Kebaya
dan batik yang merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia yang berupa
pakaian, kini mulai hilang dari kehidupan bangsa Indonesia karena tergantikan
oleh pakaian yang bersifat kebarat - baratan. Tidak hanya itu saja, masyarakat
Indonesia yang dulunya terkenal sebagai orang – orang yang ramah, kini mulai
terpengaruh terhadap era globalisai yang memiliki sifat “persaingan” yang
sangat tinggi yang menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakt semakin
meningkat.
G.
Keterkaitan
Integrasi Nasional Indonesia dan Identitas Nasional
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks
dan multidimensional. Untuk
mewujudkannya, diperlukan keadilan dalam kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Sebenarnya,
upaya membangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari
upaya membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu, upaya lainnya
dapat dilakukan, seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam menentukan
komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan demikian, upaya integrasi nasional dengan strategi
yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang
diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena
pada hakikatnya integrasi nasional menunjukkan kckuatan persatuan dan kesaluan
bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya, persatuan dan kesatuan bangsa inilah
yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman. dan tentram.
Konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cermin
belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan. Adapun keterkaitan
integrasi nasional dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi
nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.
H.
Pancasila
Sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional
Suatu bangsa harus memiliki identitas nasional dalam
pergaulan internasional. Tanpa national identity, maka bangsa tersebut akan terombang-ambing
mengikuti ke mana angin membawa. Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa
Indonesia dihadapkan pada pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional
secara nyata dan operatif.Identitas nasional kita terdiri dari empat elemen
yang biasa disebut sebagai konsensus nasional. Konsensus dimaksud adalah
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
dan Bhinneka Tunggal Ika.
Revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Karena ideologi adalah belief
system, pedoman hidup dan rumusan cita-cita atau nilai-nilai (Sergent, 1981),
Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan sehingga seolah tampak nyata dan
personalistik. Slogan seperti “Membela Pancasila Sampai Mati” atau “Dengan Pancasila
Kita Tegakkan Keadilan” menjadikan Pancasila seolah dikepung ancaman dramatis
atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas instrument tujuan. Akibatnya,
kekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak menjadi pantulan
realitas kehidupan masyarakat.
Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi,
sebagai cita-cita. Maka secara otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah
sadar rakyat, pencapaian cita- cita, seperti kehidupan rakyat yang adil dan
makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap. Dengan demikian, kita lebih leluasa
untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai cita-cita itu.
Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah
cita-cita, hal penting lain yang
dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda
karena dengan memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri,
namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur
piker Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin
inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna penerapan
Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila,
Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
Mencari maskot. Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda
karena dengan memeras Pancasila berarti menggali kubur Pancasila itu sendiri,
namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita mengikuti alur
pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong Royong. Mungkin
inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna penerapan
Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan Pancasila,
Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar